
Besarnya potensi pasar Indonesia yang
mayoritas berpenduduk muslim dilirik para investor, mereka memunculkan
trik-trik pemasaran berlebel syariah. Dengan maksud menggait customer
muslim berbagai produk baik jasa maupun barang dilabeli syariah terlepas
apakah aqad dan contentnya memang benar-benar sesuai syariah. Terkait
fenomena ini tepat sekali apa yang ditegaskan Siddiq, pakar ekonomi STIE
Hamfara, yang juga seorang kyai ini bahwa syariah bukan komoditi
bisnis, ia katakan: c
Pengusaha hitam sering berkolusi dengan penguasa untuk melegalkan pelanggaran dalam praktek bisnis. Mereka tidak peduli bila prodak yang mereka produksi berimplikasi pada tersebarnya kemaksiatan. Bagi pengusaha hitam sudah tidak zamannya lagi jual beli yang mendukung kemaksiatan adalah haram. Semua perdagangan yang berprofit menurut mereka sah-sah saja dilakukan.
Dalam kesempatan c, Sabtu 23/3, di Amazy Resto Malang, Siddiq memberi banyak contoh pelanggaran dalam praktek bisnis capitalis juga masih ditemukannya kekeliruan dalam pelaksanaan bisnis berlebel syariah.
Ia menyayangkan Bank Syariah yang berinvestasi pada induk bank konvensional dengan penyertaan modal. Ia juga menyesalkan keluarnya sertifikat halal pada investasi emas GTI Syariah. Menurutnya prosentasi bagi hasil bukan dari modal padahal yg benar sesuai syariah adalah prosentasi bagi hasil dihitung dari profit bersih.
Menurutnya harus dilakukan kajian mendalam sebelum sertifikat halal dikeluarkan sebagaimana qaidah al hukmu ala syai’I far’un min antashouw
Acara yang diselenggarakan oleh Lajnah Khusus Pengusaha, LKP, HTI Malang ini bertujuan mengupas tuntas apa, mengapa dan bagaimana bisnis syariah itu. Acara ini juga untuk menegaskan kembali komitmen para pengusaha untuk tetap teguh menggeluti bisnis syariah ditengah atmosfer kapitalisme yang penuh dengan debu suap dan riba.[] [htipress/www.al-khilafah.org]
0 komentar:
Post a Comment